JAKARTA: Seniman monolog, Butet Kartaredjasa akan mementaskan monolog
Kucing, karya Putu Wijaya, di Jakarta dan Yogyakarta.
Di Jakarta, pentas monolog Butet akan diselenggarakan di di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, hari ini (30/10), sekitar pukul 20.00 WIB. Sementara pementasan monolog di Yogyakarta akan berlangsung pada tanggal 3-4 November 2010 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta.
Dibanding monolog-monolog sebelumnya, kali ini Butet ingin memberi atmosfir yang lain dalam pentasnya.
“Selama ini pentas-pentas monolog saya cenderung berformat besar. Seperti
Mayat Terhormat,
Matinya Toekang Kritik atau
Sarimin, yang membutuhkan banyak spektakel pemanggungan. Dalam
Kucing, saya ingin sesuatu yang serba
simple dan sederhana” kata Butet melalui siaran pers yang disebarkan kepada media.
Pada panggung pertunjukan monolog sebelumnya, penampilan Butet memang cenderung pada format artistik yang besar, yang membutuhkan prasyarat kebutuhan artistik yang tidak murah dan juga cenderung
wah.
Itu terlihat dari tiga pentas monolognya, sejak
Mayat Terhormat (karya: Indra Tranggono dan Agus Noor),
Matinya Toekang Kritik dan
Sarimin, keduanya karya Agus Noor.
Tetapi pada pementasan monolog
Kucing ini, Butet mengingikan pementasan yang
simple dan sederhana. “Ini berkait erat dengan keinginan saya untuk keliling ke kota-kota kecil, mementaskan monolog.” Ujarnya.
Pentas Keliling Jawa Dan Luar Jawa
Butet mengakui bahwa monolog
Kucing ini sangat fleksibel untuk dipentaskan dimanapun. Ini dikarenakan kebutuan artistik dan konsep kebutuhan panggungnya juga sederhana dan simple.
Rencananya, Butet akan melakukan pentas keliling ke kota-kota kecil di Jawa sampai luar Jawa, yang akan dimulai pada bulan Januari 2011 mendatang.
Saat pentas keliling itulah, Butet mengaku, akan diadakan pula
workshop seni – keaktoran, sastra/naskah lakon, dan musik, dengan melibatkan Djaduk Ferianto, Whani Darmawan dan Agus Noor.
“Kami ingin berbagi pengalaman, setelah selama ini kami seperti mengabaikan mereka. Selama ini, saudara-saudara saya di luar Jawa juga di berbagai pelosok, kan hanya bertemu saya lewat pemberitaan pers, tayangan televisi atau vcd dan dvd dokumentasi pertunjukaan saya saja.”
Tentang Monolog Kucing..
Kucing berkisah tentang hubungan suami istri, yang melibatkan seekor kucing milik tetangganya. Dari kucing yang suatu hari memangsa rica-rica yang disiapkan si istri untuk berbuka puasa itulah, alur cerita mengalir.
Kucing bukan tema yang politis, melainkan tentang manusia dengan segala problem kesehariannya yang juga sederhana.
Dengan alurnya yang lincah dan khas, Putu Wijaya berhasil membangun alur yang menarik, sekaligus bisa membicarakan soal hakikat kemanusiaan dan seluruh persoalannya. Sebuah kisah yang kelihatannya remeh dan sederhana, tetapi langsung menghunjam ke hakekat dan maknanya.
Melalui lakon Kucing ini, Butet ingin mengembalikan monolog sebagai permainan seni peran yang otonom. Sebuah ikhtiar pematangan diri seorang aktor dalam menafsir karakter dan memberi “nyawa” sebuah teks sastra.
“Pendeknya, monolog dikembalikan lagi sebagai sebuah proses keaktoran yang menjunjung tinggi kekuatan seni akting. Monolog dikembalikan ke “khitah”-nya,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar