Berbagai elemen gerakan mahasiswa turun ke jalan-jalan untuk merespon setahun pemerintahan SBY-Budiono di berbagai daerah, diantaranya, Jogjakarta, Lampung, dan Medan.
Di Jogjakarta, puluhan mahasiswa dan rakyat bergerak dari jalan Abu bakar Ali menuju kantor Pos Besar. Mereka menggelar aksi tetrikal yang menggambarkan mengenai penderitaan rakyat akibat neoliberalisme.
Massa menamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat untuk Keadilan (AMUK), yang melibatkan berbagai organisasi pergerakan di Jogjakarta, seperti LMND, PRP,KAMMI, HMI MPO, BEM UAD, GMKI, KM UII, KM UAD, PPMII,PII, PMII, dan IMM.
Menurut koodinator AMUK Edi Susilo, pemerintahan SBY-Budiono bukan hanya gagal memerintah dalam setahun, tetapi sudah berlangsung enam tahun. “Jilid I dan Jilid jikalau ditambahkan, maka hasilnya adalah enam tahun. Itulah kurun waktu kegagalan SBY sebagai presiden,” katanya.
Dalam aksi itu, AMUK membawa pernyataan politik yang hendak disampaikan, yaitu cabut mandat SBY-Budiono, tuntaskan skandal bank century, tanah untuk rakyat, pendidikan dan kesehatan gratis buat rakyat, dan pencabutan seluruh UU pro-noeliberalisme.
Sementara itu, ratusan demonstran dari Aliansi Rakyat Lampung (ARAL) menggelar aksi merespon setahun SBY-Budiono di tugu Adipura, Bandar Lampung. Organisasi yang tergabung dalam aliansi ini, antara lain, PRD, LMND, SRMI, IMM, HMI, Komala, GMKI.
Ketua LMND Lampung menegaskan bahwa kepatuhan SBY kepada neoliberalisme menjadi penyebab berbagai persoalan rakyat. “Kita sekarang berhadapan dengan utang luas negeri yang banyak, kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya,” katanya saat menyampaikan orasi.
Demonstrasi juga dilakukan di Medan dan Ternate.
Sebagian besar aksi dipusatkan di kantor DPRD Sumut, namun sejumlah mahasiswa malah menggelar aksinya di depan kampus. Aksi ini digalang dari Gemaprodem, LMND, dan PRP.
Kronologi Tragedi Berdarah di Gerbang Kampus UBK
20 Oktober 2010. Siang itu langit Ibu Kota sedang tak menentu. Panas terik tiba-tiba mendung. Rinai mulai membasahi bumi. Puluhan Mahasiswa di kampus UBK tampak kasak-kusuk menyusun suatu rencana. Hari ini tepat setahun SBY-Budiono memerintah negeri ini paska Pemilu 2009.
Jam menunjukkan pukul 12.00. Semua tahu, saat itu matahari berada persis di puncak kepala. Namun sinarnya tak begitulah lantaran hujan semakin deras. Sekitar 80 mahasiswa tampak mulai mengenakan almamater warna merah marum. Beberapa orang nampak asyik mencoba alat pengeras suara.
Tiga puluh menit kemudian, sebuah bis memasuki gerbang kampus UBK. Bis itu membawa sekitar 30 mahasiswa dari Front Mahasiswa USNI. Kedatangan mereka disambut hangat anak-anak UBK. Mereka bersalaman, saling melempar senyum dan bertegur sapa. Hujanpun berangsur reda.
Tak berselang lama, pukul 12.45, delapan orang mahasiswa mengenakan almamater STMIK Jayakarta menunggangi empat sepeda motor yang datang ke UBK. Sama dengan sebelumnya, anak-anak muda ini saling berjabat tangan berpelukan dan saling menanyakan kabar. Kini, hujan sudah betul-betul reda.
Sejurus kemudian, giliran dua bus mengangkut sekitar 60 mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah datang ke UBK di Jalan Kimia No.20 Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Massa berkumpul di sekitar patung Bung Karno yang baru saja diresmikan pada 17 Agustus 2010 lalu. Mereka menggelar mimbar bebas. Elsaf, mahasiswa Fakultas Hukum UBK memulai orasi.
Dia mengajak seluruh mahasiswa UBK untuk bergabung dalam aksi menuntut penggulingan SBY-Budiono yang dinilai mengingkari janji-janji untuk mensejahterakan rakyat semasa kampanye dulu.
Satu persatu mahasiswa UBK yang sedari tadi hanya menonton dari kantin dan muka kelas merapat ke patung. Jumlah massa di panggung mimbar bebas kian bertambah. Elsaf mengajak massa mengepalkan tinju kiri sebagai simbol keberpihakan kepada rakyat yang berlawan.
Lalu dia memimpin massa mengumandangkan sumpah mahasiswa Indonesia.
“Sumpah mahasiswa Indonesia,” teriak Elsaf diikuti massa aksi.
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu. Tanah air tanpa penindasan!
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu. Bangsa yang gandrung akan keadilan!
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu. Bahasa kebenaran!
“Hidup mahasiswa progresif revolusioner!” tandas Elsaf.
“Hidup!” teriak massa bergemuruh.
“Hidup rakyat!”
“Hiduuuuuuupp….”
Kini, cuaca kembali terik. Lalu Elsaf memimpin massa menyanyikan lagu Darah Juang dengan tangan kiri masih terkepal.
Di sini negeri kami/Tempat padi terhampar/Samuderanya kaya raya/Tanah kami subur tuhan/Di negeri permai ini/Berjuta rakyat bersimbah luka/Anak buruh tak sekolah/Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya/Tergusur dan lapar/Bunda relakan darah juang kami/Untuk membebaskan rakyat.
Pukul 13.15, Kiti, mahasiswi Fisip UBK memimpin ratusan massa bergerak keluar kampus melintasi Jalan Kimia menuju Jalan Diponegoro sambil berorasi. Jarak yang ditempuh lebih kurang 500 meter. Sesampai di bibir pertemuan Jalan Kimia dan Jalan Diponegoro, tepatnya di depan kantor YLBHI, massa kembali menggelar mimbar bebas.
Massa kemudian saling bergandengan tangan menutup seluruh ruas Jalan Diponegoro. Barisan massa menghadap ke arah Megaria. Masing-masing perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus berorasi secara bergantian. Kendaraan yang melintasi jalan tersebut terpaksa berbalik arah.
Pukul 14.00 massa membakar ban bekas. Bara api menyala-nyala bak membakar semangat anak-anak muda itu. Massa kemudian membakar foto SBY. Anak-anak muda yang berwajah kemerah-merahan ini menyatakan perang terhadap rezim SBY yang dinilai tunduk kepada neoliberalisme dan kapitalisme, sistem yang hanya akan memperpanjang barisan rakyat miskin di negeri ini.
Sejumlah petugas berseragam polisi tampak berjaga-jaga di sekitar lokasi. Beberapa di antaranya mencoba mencegah mahasiswa yang hendak membakar foto SBY. Namun gagal. Perlawanan mahasiswa tak dapat dibendung.
Sepuluh menit kemudian, pejabat teras dari Polsek Menteng didampingi beberapa anggotanya menghampiri massa. Dia meminta agar mahasiswa membuka jalan satu jalur agar kendaraan dapat melintas. Upaya inipun gagal. Massa bersikeras pada pendiriannya. Jalan tetap diblokir!
Pukul 14.30, giliran pejabat teras dari Polres Jakarta Pusat yang datang untuk bernegosiasi dengan massa mahasiswa. Kedatangannya didampingi beberapa provost dan pejabat teras dari Polsek Menteng yang tadi gagal membujuk massa.
Dia meminta mahasiswa agar membuka separoh bahu jalan. “Nada bicaranya tinggi. Dia membentak kita. Ini jelas membuat kita marah…” kata Rubi, mahasiswa Fisip UBK yang menjadi juru runding dengan polisi tersebut.
Massa aksi lagi-lagi tak menggubris. Mereka malah menerikan yel-yel, “Hati-hati…hati-hati…hati-hati provokasi!”
Entah apa yang memicu, terjadi saling dorong antara para pejabat teras dari kepolisian itu dengan juru runding dari pihak mahasiswa. “Aksi saling dorong ini dipicu sikap polisi yang mendorong kami terlebih dahulu ketika mereka memaksa agar separuh badan jalan dibuka,” tutur Rubi.
Aksi saling dorong itu berbuntut panjang. Bentrokanpun tak terhindarkan. Kedua belah pihak saling serang. Saling pukul-pukulan dan melempar batu. Konsentrasi massa mahasiswa pecah. Mereka pontang-panting. Tercerai berai. Massa mundur ke arah dalam Jalan Kimia.
Massa membuat benteng pertahanan di bibir Jalan Kimia. Aksi saling lempar batu masih berlangsung sengit. Suasana tak terkendali. Beberapa kali letusan senjata polisi terdengar. Ada juga petugas yang mengarahkan tembakannya ke arah kerumunan mahasiswa.
Farel Restu, mahasiswa Fakultas Hukum UBK tersungkur. Peluru menembus kaki kiri Juki, demikian Farel Restu biasa disapa kawan-kawan sepermainannya. Betis Juki bolong.
Peristiwa itu berlangsung begitu cepat. Kemelut ‘di depan gawang’ kampus UBK itu juga menyebabkan tiga orang mahasiswa tertangkap. Mereka, Ryan (mahasiswa USNI), Abil (Mahasiswa FTSP UBK) dan Yongki (Mahasiswa UIN). Ketiganya digelandang ke mobil tahanan dan dipukuli. Lalu dibawa ke Polres Jakarta Pusat.
Bentrokan masih berlangsung. Satu jam kemudian polisi menarik mundur pasukan ke arah Megaria.
Pukul 16.30, massa kembali menguasai dan menutup Jalan Diponegoro sambil berorasi menyoal tindakan represif aparat. Mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Sementara itu, korban yang tertembak langsung dilarikan ke RSCM oleh rekan-rekannya. Aksi penutupan jalan dan bakar-bakaran ban terus berlangsung. Dalam orasinya massa mendesak agar polisi membebaskan kawan-kawan mereka yang tertangkap.
Sekitar pukul 17.15 tiga mahasiswa yang ditahan dibebaskan. Mereka kembali bergabung dengan kawan-kawannya melanjutkan aksi menuntut penggulingan SBY.
Pukul 17.53, Kabagops Polres Jakarta Pusat, AKBP Wibowo mendatangi massa untuk negosiasi. Dia mengakui bahwa anggotanya telah menembak mahasiswa dengan senjata. Dan berjanji akan mengusut kasus tersebut serta menanggung seluruh biaya pengobatan
Massa menyambut pernyataan Wibowo dengan yel-yel serta nyanyian berlirik sesal terhadap perilaku aparat yang main tembak sembarangan.
Di kerumunan massa tampak juga hilir mudik Purek 3 UBK, Daniel Panda. Dia mencoba memediasi mahasiswa dan aparat kepolisian.
Polisi kembali ke arah Megeria. Sementara mahasiwa terus menggelar aksi mimbar bebas menutup jalan. Lalu lintas dialihkan ke arah Tugu Proklamasi. Jalan Diponegoro ditutup total oleh truk-truk polisi di depan Megaria.
Langit mulai gelap. Ban bekas tak henti-hentinya dibakar. Upaya polisi membujuk mahasiswa tidak berhasil.
Sekitar pukul 19.00 polisi membuka jalan yang tadinya diblokir pakai mobil tronton polisi dan pasukan motor di depan Megaria. Mereka meninggalkan lokasi dan meluncur ke arah Barat.
Setelah polisi pergi, Kiti, perempuan tinggi semampai berambut sebahu yang memimpin aksi berorasi dan lalu membubarkan aksi. Massa kemudian balik kanan masuk ke dalam kampus UBK.
Malam tadi massa menginap di dalam kampus. Ada juga yang menginap di RSCM menjaga teman mereka yang tertembak yang sedang menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang di kakinya.
Bendera Setengah Tiang Warnai Setahun SBY-Budiono
PALOPO: Demonstrasi memperingati setahun pemerintahan SBY-Budiono di Palopo, Sulawesi Selatan, diwarnai penurunan bendera merah-putih setengah tiang.
Ini dilakukan para demonstran untuk menunjukkan keprihatinan terhadap berbagai persoalan bangsa, terutama persoalan kemiskinan dan korupsi, selama pemerintahan SBY-Budiono berkuasa.
Ketegangan juga terjadi saat demonstran berusaha membakar ban bekas karena anggota DPRD menolak untuk menemui para demonstran.
Aksi ini dilakukan oleh sedikitnya 800 mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya Front Rakyat Menggugat (Format), yakni gabungan dari LMND, IMM, GMKI, Ikatan Mahasiswa Walenrang Lamasi (IMWAL), Himpunan Kerukunan Mahasiswa Luwu Utara (HIKMAHLUTRA), Himpunan Mahasiswa Basse sangtempe (HAM BASTEM), Ikatan Mahasiswa Pelajar Luwu (IPMAL), Himpunan Mahasiswa Luwu Timur (HAM LUTIM), Perhimpunan Rakyat Pekerja(PRP), FSPBI, BEM Univ. Cokroaminoto Palopo, SEMA FISIP Unanda, HMJ Syariah STAIN.
Sumartono, ketua LMND Palopo menegaskan bahwa enam tahun SBY menjadi presiden di negara ini, bangsa Indonesia malah semakin terpuruk akibat penerapan kebijakan ekonomi neoliberalisme.
Oleh karena itu, Sumartono menuntut agar SBY segera mundur dari jabatannya karena sudah dianggap tidak layak memerintah.
Demonstrasi Setahun SBY-Budiono Di Jakarta
JAKARTA: Ribuan massa turun ke jalan-jalan di Jakarta untuk merespon setahun umur pemerintahan SBY-Budiono yang dianggap telah gagal menjalankan mandat seluruh rakyat Indonesia.
Sebagian besar massa tertumpah di depan istana negara, di Jalan Medan Merdeka Utara, yang melibatkan berbagai kelompok dan organisasi gerakan rakyat, seperti serikat buruh, mahasiswa, kaum miskin perkotaan, organisasi petani, dan pemuda.
Salah satu kelompok, yaitu Persatuan Oposisi Nasional, memulai aksinya di depan stasiun gambir dan berjalan kaki menuju istana negara dengan membawa seribuan lebih massa.
Aliansi ini menggabungkan sedikitnya 30-an organisasi dari berbagai sektor sosial, diantaranya, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Repdem, Petisi 28, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, dan Partai Rakyat Demokratik.
Demonstran lainnya berasal dari kelompok kecil, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang sudah lebih dahulu berada di depan istana negara. Ada pula seratusan lebih massa dari Aliansi Buruh Menggugat (ABM), yang sudah menggelar aksinya lebih pagi.
Sementara dari arah bundaran HI, seribuan massa Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) bergerak menuju istana negara. Mereka membawa sebuah properti yang menyerupai kepala babi.
Dua kelompok massa besar, yaitu Persatuan Oposisi Nasional dan KASBI/FORI (Front Oposisi Rakyat Indonesia), meleburkan massa mereka tepat di depan istana presiden. Orator dari mobil komando meneriakkan “hidup persatuan gerakan rakyat!”
Mereka menyampaikan orasi politik secara bergantian dari atas mobil komando. Sementara ratusan aparat keamanan berjaga-jaga dan membuat barikade hanya beberapa meter dari demonstran.
Tuntutan Hampir Seragam
Hampir semua pernyataan politik yang tersampaikan dalam aksi hari ini mengarah pada kesimpulan yang seragam, yaitu pemerintahan SBY-Budiono sudah gagal dan sudah saatnya dipertimbangkan untuk memaksa SBY-Budiono mundur.
Seperti Persatuan Oposisi Nasional yang menyimpulkan bahwa SBY sudah gagal memerintah, terutama karena pro-penjajahan asing, menyingkirkan rakyat dari proses demokrasi, gagal memberantas korupsi, dan gagal menurunkan harga.
Dalam statemen yang disebarkan kepada media, Persatuan Oposisi Nasional menganggap pemerintahan SBY-Budiono sudah sepatutnya segera dihentikan dengan menggunakan gerakan rakyat.
Hanya saja, untuk membangun gerakan rakyat ini, persatuan oposisi nasional menganjurkan penggalangan tanda-tangan untuk mosi tidak percaya terhadap rejim SBY, yaitu dengan mendatangi rakyat dari rumah ke rumah, kampung-kampung, pabrik, sekolah, dan lain sebagainya.
Sementara KASBI menuliskan dalam pernyataan sikapnya bahwa setahun pemerintahan SBY-Budiono lebih sibuk pada pencitraan dan sering membeo kepada kepentingan imperialisme.
Buktinya, kata KASBI, adalah kekayaan alam yang tertumpuk di tangan kapitalis internasional, jumlah rakyat miskin yang terus meningkat, tajamnya pertentangan kelas antara penguasa dengan rakyatnya, dan karakter pemerintahan SBY yang semakin reaksioner, otoriter, dan represif.
“Pemerintah kita masih merupakan boneka imperialis. Rakyat secara ekonomi dan politik semakin terpuruk, dan banyak asset strategis yang dikelola oleh pihak asing,” ujar Nining Elitos, Ketua Umum KASBI.
Nining juga menyoroti soal penindasan yang semakin massif terhadap kaum buruh, seperti politik upah murah, sistim kontrak, pasar tenaga kerja fleksibel, dan PHK yang terus berlanjut, termasuk pengabaian terhadap nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
“Rakyat harus bersatu dalam satu kekuatan sebagai jalan utama untuk mengakhiri kekuasaan rejim neoliberal di Indonesia,” katanya.
Pernyataan politik hampir serupa juga disampaikan oleh Forum Mahasiswa Lintas Kampus (FMLK), yang merupakan gabungan mahasiswa UI, IISIP, dan kelompok studi eramus Unsada. Kelompok ini membeberkan sejumlah persoalan rakyat akibat praktik neoliberalisme oleh rejim SBY-Budiono, seperti penggangguran yang terus meningkat, penggusuran rumah rakyat, kualitas kesehatan yang makin memburuk, dan buruknya perlindungan terhadap hak-hak kaum buruh.
Terjadi Bentrokan
Demonstrasi berbagai kelompok di depan Istana Negara sempat diwarnai beberapa kali bentrokan antara massa demonstran dengan aparat kepolisian.
Bentrokan pertama terjadi saat puluhan mahasiswa HMI berusaha menerobos pagar berduri yang dipasang membentang di depan pagar istana negara. Beberapa anggota HMI ditangkap petugas kepolisian.
Bentrokan kembali pecah antara HMI dan kepolisian, setelah mahasiswa HMI berusaha untuk merengsek maju ke depan.
Sementara dorong-dorongan juga sempat terjadi antara ribuah massa Persatuan Oposisi Nasional dan KASBI dengan pihak kepolisian. Beruntung seruan dari atas mobil komando berhasil meredam massa yang sudah terlanjur marah dan memukul dengan kayu.
Menjelang sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB, bentrokan kembali terjadi antara aktivis HMI dan aliansi beberapa kampus dengan pihak kepolisian. Polisi menembakkan water canon untuk memukul mundur mahasiswa.
Ratusan pasukan polisi dikerahkan untuk mengatasi demonstran yang mulai membalas dengan lemparan batu. Untuk membubarkan dan memukul perlawanan mahasiswa, Polisi akhirnya menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah mahasiswa.
Seorang mahasiswa dilaporkan terkena peluru karet. Sementara beberapa mahasiswa kembali ditangkap pihak kepolisian.
Situasi mulai tenang menjelang magrib, setelah massa Persatuan Oposisi Nasional dan KASBI mulai bergerak untuk meninggalkan istana negara
Demonstran “Cuekin” Gubernur Jawa Timur, Soekarwo
SURABAYA: Gubernur Jawa Timur Soekarwo, yang selalu berusaha tampil menemui dan menyerap aspirasi demonsrtan, bertemu dengan kenyataan pahit. Ketika Soekarwo keluar untuk menemui massa, ratusan mahasiswa demonstran justru balik badan.
Hal itu terjadi saat 300 orang massa Gerakan untuk Kemerdekaan Nasional menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya untuk merespon setahun pemerintahan SBY-Budiono.
Aliansi ini merupakan gabungan dari beberapa organisasi mahasiswa, yaitu Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Koordinator Aksi ini, Arif Fachrudin Ahmad menegaskan bahwa evaluasi terhadap pemerintahan sekarang ini harus berjangka enam tahun, yaitu sejak SBY menjabat Presiden, bukan setahun seperti yang umum disebutkan.
Menurutnya, dalam enam tahun masa memerintah itu, SBY terbukti tidak memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin nasional. “SBY terlalu lemah di hadapan asing, sehingga menyerahkan sebagian besar kepentingan nasional kepada mereka,” katanya.
Pemerintahan yang tega mengorbankan kepentingan nasional, menurut Fachrudin, adalah pemerintahan boneka asing, yang sudah pasti anti terhadap rakyat dan anti-demokrasi.
Selain massa Gerakan untuk Kemerdekaan Nasional, ada pula kelompok mahasiswa yang berasal dari BEM Unesa dan beberapa kampus di Surabaya.
Demonstrasi Setahun SBY-Budiono Di Makassar
MAKASSAR: Berbagai organisasi pergerakan rakyat dan gerakan mahasiswa tumpah ruah di jalan-jalan di Makassar menandai demonstrasi besar merespon setahun usia pemerintahan SBY-Budiono, hari ini (20/10).Sedikitnya 4000-5000 massa turun dalam demonstrasi kali ini. Mereka sebagian besar terkonsentrasi di lima titik aksi, yaitu Fly-over, depan kampus Unhas, depan kampus UMI, Lapangan Karebosi, dan Tugu Adipura.
Di bawah Flyover Makassar, yang terletak di dekat kantor DPRD, sedikitnya 600-an massa Gerakan Untuk Kemerdekaan Nasional (Graknas) sudah berkumpul sejak pagi hari. Massa ini merupakan gabungan dari buruh, mahasiswa, dan kaum miskin perkotaan.
Graknas, yang merupakan gabungan dari IMM, LMND, SRMI, PMKRI, PRD, BEM STIEM Bongaya, FNPBI, dan PMII, menganggap bahwa setahun pemerintahan SBY-Budiono tidak menghasilkan apa-apa.
SBY-Budiono dianggap terlalu patuh menjalankan haluan neoliberal, sehingga menyengsarakan sebagian besar rakyat Indonesia. Karenanya, Germas menuntut agar ada gerakan putar haluan atau banting setir kebijakan ekonomi dan politik.
“Resep neoliberal SBY-Budiono terbukti gagal, maka seharusnya diadakan gerakan putar haluan ekonomi-politik, dari pro-neoliberal dan pro-imperialisme menjadi anti-neoliberal dan pro-kemandirian bangsa,” ujar Ketua KPW PRD Sulsel Babra Kamal saat menyampaikan orasi di hadapan massa.
Beberapa Kericuhan
Demonstrasi mahasiswa di Makassar sempat diwarnai beberapa kericuhan, meskipun tidak berujung bentrokan seperti sehari sebelumnya saat mahasiswa merespon kunjungan SBY di Makassar.
Bentrokan terjadi saat beberapa orang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) berusaha menerobos penjagaan polisi di pintu ruang aspirasi DPRD Sulsel. Polisi mendorong mahasiswa keluar, dan karena mahasiswa tersebut ngotot dan melakukan perlawanan, maka Polisi pun melepaskan tembakan.
Tembakan polisi kontan membuat massa Graknas sempat kocar-kacir, namun berhasil ditenangkan kembali oleh pimpinan massa.
Kericuhan juga terjadi saat Aliansi Reformasi Total yang merupakan gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Unhas, berusaha menutup sebagian jalan Perintis Kemerdekaan, yang terletak di depan kampusnya.
Aksi ini telah memacetkan jalan Perintis Kemerdekaan, yang sebenarnya menjadi penghubung antara bagian utara kota Makassar dan pusat kota.
Di depan kampus UMI, puluhan mahasiswa membakar ban bekas dan menyandera sebuah mobil box.
0 komentar:
Posting Komentar