JAKARTA: Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lalu Hilman Afriandi menyesalkan adanya pihak yang mengganggu jalannya diskusi setahun pemerintahan SBY-Budiono di Kantor PP Muhammadiyah, kemarin (13/10).
Menurut dia, pelaksanaan diskusi itu merupakan bentuk nyata dari usaha berbagai gerakan mahasiswa dan kekuatan nasional untuk membangun persatuan anti-neoliberalisme dan anti-imperialisme.
“Ini jelas tindakan yang kontra-produktif dengan usaha persatuan nasional anti-imperialisme,” katanya kepada Berdikari Online.
Sehari sebelumnya, dalam diskusi setahun pemerintahan SBY-Budiono yang menghadirkan sejumlah tokoh dan aktivis pergerakan, di kantor PP Muhammadiyah, sejumlah aktivis dari Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional tiba-tiba merampas microphone dari pembicara dan berusaha mengusir pembicara lain, yaitu Dr. Rizal Ramli.
Menurut para aktivis ini, keberadaan Rizal Ramli dalam forum itu tidak pantas karena dianggap bagian dari elit politik. Namun, tudingan ini sangat ganjil dan tidak berdasar, mengingat bahwa Rizal Ramli merupakan bagian dari gerakan oposisi dan anti-neoliberal saat ini.
Lalu Hilman menganggap para aktivis ini luput dalam mendefenisikan siapa kawan dan siapa lawan, sehingga dengan ceroboh menghantam siapa saja yang dianggap non-gerakan mahasiswa.
Padahal, menurut penjelasan ketua LMND ini, keberhasilan menumbangkan rejim neoliberal sangat bergantung kepada persatuan luas berbagai sektor sosial yang turut dikorbankan rejim neoliberal.
Lalu pun sangat menyakini, aksi sepihak untuk mengganggu persatuan ini sangat jelas menguntungkan rejim neoliberal yang sedang berkuasa. “Mereka itu, sadar atau tidak sadar, telah memberi keuntungan kepada rejim neoliberal,” tegasnya.
Tidak Ada Dikotomi Umur
Lalu Hilman juga memprotes keras penggunaan dikotomi umur, yaitu muda dan tua, dalam menentukan arah sebuah pergerakan. Dia mengatakan, tidak sedikit orang yang berusia muda yang berfikiran konservatif, dan tidak sedikit pula golongan tua yang bersifat revolusioner.
“Kategori berdasarkan usia itu sangat absurd. Saya kira, ukuran yang paling tepat adalah berfikiran progressif atau tidak. Membela kepentingan nasional atau pro-penjajahan asing,” kata Lalu menjelaskan.
Lalu menganjurkan agar kaum pergerakan membuka pintu seluas-luasnya kepada siapapun untuk terlibat dalam front persatuan, asalkan bersepakat dengan program dan platform yang anti-imperialis dan anti-neoliberal.
Kebutuhan Persatuan Luas
Lalu Hilman menganggap bahwa pembangunan kekuatan anti-neoliberal di Indonesia memerlukan “persatuan luas” sebagai kuncinya. Persatuan luas ini meliputi sektor-sektor sosial, individu atau tokoh, dan kekuatan-kekuatan nasional yang turut dirugikan oleh neoliberalisme.
Termasuk dalam persatuan ini, menurut Lalu Hilman, adalah pengusaha nasional yang setuju dengan perjuangan untuk keadilan sosial, demokrasi politik, dan kedaulatan nasional.
“Kita harus mengembalikan republik ini sebagai negara berdaulat secara politik, ekonomi, dan budaya. Baru kita bisa berbicara langkah selanjutnya,” katanya.
Di negara seperti Indonesia, dimana perjuangan rakyat masih harus mengambil bentuk perjuangan nasional melawan imperialisme, sangat “mustahil” untuk menjadikan front sempit sebagai kunci utama untuk mencapai kemenangan.
Lalu pun mengutip pengalaman persatuan luas dalam perjuangan anti-kolonial di Indonesia, seperti Radicale Consentracie, GAPI, dan Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebanggsaan Indonesia (PPPKI).
Sri Lanka: Reading the General Election 2024 (plus: The Sri Lankan left’s
long road to power)
-
[image: Sri Lanka election results] Pasan Jayasinghe & Amali Wedagedara —
The National People’s Power (NPP) has made history. How can the NPP’s
victory and...
2 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar